Macam-macam Hukum Perikatan

  • Post author:
  • Post comments:0 Comments
  • Reading time:9 mins read
macam macam hukum perikatan

MACAM-MACAM HUKUM PERIKATAN

A).Pengertian perjanjian : Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

B).Syarat syahnya perjanjian :  Ada 4 syarat yaitu (pasal 1320 KUHPer) *Syarat Subyektif : – Sepakat untuk mengikatkan dirinya; – Cakap untuk membuat suatu perjanjian; *Syarat Obyektif  : – Mengenai suatu hal tertentu; – Suatu sebab yang halal.

C).Unsur-unsur perjanjian : *Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif : – Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan; – Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran. – Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim. *Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari : – Kewajiban debitur untuk membayar utang; – Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab terhadap gugatan kreditur. – Kewajiban debitur untuk membiarkan barang-barangnya dikenakan sitaan eksekusi  (haftung).

D).Asas-asas perjanjian *Asas Terbuka : Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. *Asas Konsensualitas : Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata. *Asas Konsensualitas : teori pernyataan perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan. perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain. Teori Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lawannya. 2.      Atas dasar Pasal 1365 Burgerlijke Wetboek “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagai berikut: Harus ada perbuatan (positif maupun negatif); Perbuatan itu harus melawan hukum; Ada kerugian; Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian; Ada kesalahan. ontoh kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 04/Pdt.G/2010/PN.Jr. Dalam putusan tersebut diketahui bahwa penggugat merasa dirugikan akibat tower yang dimiliki tergugat roboh saat hujan disertai angin kencang. Perlu diketahui bahwa tower tersebut juga dipergunakan untuk menyangga beban antena milik pihak lain beserta perlengkapannya. Hal ini menyebabkan beban yang disangga oleh tower menjadi jauh lebih berat dan melebihi kapasitasnya. Sehingga kemudian mengakibatkan tower tersebut miring ke arah barat. Hakim dalam putusannya menyatakan robohnya tower adalah akibat dari kelalaian Para Tergugat dalam melakukan perawatan terhadap tower tersebut. Untuk itu, tergugat dinyatakan melakukan PMH dan dihukum untuk membayar kerugian materiil dan immateriil yang menimpa penggugat.

3.      A). Pengertian Perjanjian Bernama dan Dasar Hukumnya Perjanjian Bernama (benoemd overeenkomst) atau perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri. Perjanjian tersebut diberi nama oleh pembuat undang-undang dan merupakan perjanjian yang sering di temui di masyarakat. Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian nominaat. Dasar hukum perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata. Pasal 1457 KUHPerdata“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.” Pasal 1541 KUHPerdata“Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.” Pasal 1548 KUHPerdata“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.” Pasal 1601 KUHPerdata“Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuanketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuanketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja. Pasal 1618 KUHPerdata“Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya” Pasal 1653 KUHPerdata“Selain persekutuan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan” Pasal 1666 KUHPerdata“Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahanpenghibahan antara orang-orang yang masih hidup.” Pasal 1694 KUHPerdata“Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya” Pasal 1740 KUHPerdata“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.” Pasal 1754 KUHPerdata“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkansejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.” Pasal 1770 KUHPerdata“Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.” Pasal 1774 KUHPerdata“Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenaiuntung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Demikian adalah: persetujuan pertanggungan;nbunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Pasal 1792 KUHPerdata“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.” Pasal 1820 KUHPerdata“Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.” Pasal 1851 KUHPerdata“Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.”

Baca juga:  Pengertian Dan Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara

B). Pengertian Perjanjian Tidak Bernama dan Dasar Hukumnya Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi. Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu yang berbunyi: ”semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”. Di luar KUHPerdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan lain sebaginya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri. Leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti menyewakan. Di Indonesia, leasing lebih sering diistilahkan dengan nama “sewa guna usaha”. Sewa Guna Usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset) dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak. Pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1169/KMK.01/1991 memberikan definisi leasing, yaitu: “Sewa-guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala” Leasing sebagai salah satu bentuk perjanjian tidak bernama sampai saat ini tidak ada undang-undang khusus yang mengaturnya. Pengaturan leasing baru terdapat pada tingkat Keputusan Menteri Keuangan dan peraturan-peraturan lain dibawahnya. Ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pegangan yang pasti adalah Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. KEP 122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/74 tanggal 7 Februari 1974. Leasing merupakan perjanjian yang lahir dari praktek kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip asas kebebasan berkontrak. Leasing sebagai salah satu lembaga hukum perjanjian merupakan perjanjian in-nominat (perjanjian tidak bernama) dimana ketentuan mengenai perjanjian tersebut tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Meskipun demikian, leasing tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Bab I dan Bab II KUHPerdata, hal ini seperti yang ditentukan dalam pasal 1319 KUHPerdata. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Mengenai Lembaga Leasing merupakan suatu hal baru untuk Indonesia diakui oleh Mahkamah Agung. Asas kebebasan berkontrak yang menjadi dasar untuk diperkayanya lembaga-lembaga hukum dalam sistem di Indonesia yang tumbuh dalam praktek ini. Putusan Mahkamah Agung Reg. 131K/Pdt/1987 tertanggal 14 November 1988 telah memperkembangkan berbagai lembaga-lembaga baru dalam sistem hukum di Indonesia, karena dalam praktek banyak dipergunakan sehari-hari di Indonesia, Pengadilan juga mengakui keabsahannya. Dalam putusannya Mahkamah Agung mempertimbangkan sebagai berikut: “Bahwa walaupun Lembaga Leasing tidak diatur dalam KUHPerdata, namun dengan sistem terbuka yang dianut oleh KUHPerdata tersebut di mana terdapat asas Kebebasan Berkontrak, maka pihak-pihak bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja selama tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUHPerdata “; Jadi Mahkamah Agung secara tegas mendukung adanya asas kebebasan berkontrak. Segala perjanjian yang tidak dilarang adalah diperbolehkan. 4.     

A). Leasing factoring : Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/ atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

B). Pembiayaan Konsumen : Badan Usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen

Rekomendasi Artikel

Tinggalkan Balasan