Pengertian Delik-Delik Khusus Hukum Pidana

  • Post author:
  • Post comments:0 Comments
  • Reading time:6 mins read
delik delik khusus hukum pidana

Pengertian Delik-Delik Khusus

Pengertian tentang “Delik” Dalam hukum pidana delik dikenal dalam beberapa istilah seperti perbuatan pidana, peristiwa pidana ataupun tindak pidana. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan yakni, “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”. Menurut Van der Hoeven (Laden Marpaung, 2005 : 7), rumusan tersebut tidak tepat karena yang dapat dihukum bukan perbuatannya tetapi manusianya. Selain itu menurut kamus hukum Ilham Gunawan (2002 : 75) bahwa: “Delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang pidana dan karena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang-orang yang dapat dipertanggungjawabkan.”

Istilah delik (tindak pidana) berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu Strafbaarfeit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud strafbaarfeit itu. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat.

Selanjutnya, Adami Chazawi (2008 : 67-68), menerangkan bahwa di Indonesia sendiri dikenal ada tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari strafbaarfeit antara lain adalah tindak pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum dan terakhir adalah perbuatan pidana. Strafbaarfeit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar, dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaarfeit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh.

Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Adapun istilah yang dipakai Moeljatno dan Roeslan Saleh (Andi Hamzah, 2008 :86) dalam menerjemahkan Strafbaarfeit adalah istilah perbuatan pidana. Begitu pula dengan Ter Haar (Moeljatno, 2002 : 18) memberi definisi untuk delik yaitu tiap-tiap penggangguan keseimbangan dari satu pihak atas kepentingan penghidupan seseorang atau sekelompok orang. Menurut Bambang Waluyo (2008 : 6) pengertian tindak pidana (delik) adalah perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (strafbaarfeiten). R. Abdoel Djamali (2005 : 175) menambahkan bahwa peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delik) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukum pidana. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulisan menyimpulkan bahwa delik merupakan penulisan menyimpulkan bahwa delik merupakan suatu perbuatan subjek hukum (manusia dan badan hukum) yang melanggar ketentuan hukum disertai dengan ancaman (sanksi) bagi perbuatannya.

Delik-delik Yang Diatur Dalam KUHP Indonesia) Krenkingsdelicten Krenkingsdelicten ialah delik yang mengandung perbuatan yang telah menyerang dan merugikan kepentingan orang lain seperti pembunuhan (Pasal 338 KUHP), pencurian (Pasal 362), perusakan (Pasal 406), penipuan (Pasal 378).  Kalau delik Krenking, (penyerangan) yang menimbulkan kerugian pada orang lain, maka delik yang dapat menimbulkan bahaya (gevaarzettingsdelicten) adalah delik yang terjadi pada waktu kepentingan yang harus dilindungi terancam.

b)Gevaarzettingsdelicten Gevaarzettingsdelicten ialah delik yang perbuatannya melakukan perbuatan yang dapat membahayakan. Konkrit Gevaarzettingsdelicten ialah delik yang oleh pembuat undang-undang mengancam pidana kepada pembuat suatu perbuatan jikalau ia melanggar perbuatan yang secara konkrit (nyata) menimbulkan bahaya di dalam pasal undang-undang pidana. Dalam hal ini pembuat undang-undang disamping mensyaratkan dilakukannya perbuatan juga timbul akibat yang membahayakan kepentingan hukum orang lain. Menghadapi perkara yang mempunyai akibat yang konkrit itu di dalam surat dakwannya dan harus membuktikannya di sidang pengadilan.

Contoh ialah delik tersebut pada Pasal 187 KUHP (dengan sengaja menimbulkan kebakaran), Pasal 331 KUHP (penipuan pada pembuatan bangunan). Abstrak Gevaarzettingsdelicten adalah kebalikan Gevaarzettingsdelicten. Dalam hal ini pembuat undang-undang hanya melakukan perbuatan, oleh karena menurut pengalaman manusia perbuatan demikian dapat dengan mudah menyerang kepentingan hukum orang lain tanpa menguraikan lebih lanjut kepentingan apa yang dapat dibahayakan. Dalam menghadapi delik demikian, maka Penuntut Umum cukup melukiskan perbuatan apa yang dilarang oleh undang-undang dan tak perlu ia membuktikan akibat perbuatan itu secara konkrit. Contoh delik tersebut pada Pasal 161 KUHP (penghasutan). Penghasutan tidak perlu dibuktikan bahwa perbuatannya betul-betul dapat menggerakan orang lain untuk melakukan perbuatan melawan hukum atau menentang pejabat negara dengan kekerasan.

Baca juga:  Sistem Pendaftaran Tanah Yang Dianut Di Indonesia

c)Delik Formil dan Delik Materil Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Misalkan pada pencurian (Pasal 362 KUHP) untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya perbuatan mengambil. Tindak pidana materil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana. Tentang bagaimana perbuatan yang menimbulkan akibat terlarang itu tidaklah penting. Misalnya pada pembunuhan (Pasal 338 KUHP) inti larangan adalah pada menimbulkan kematian orang, dan bukan dari wujud menembak, membacok, atau memukul. Untuk selesainya tindak pidana digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya suatu perbuatan. Begitu juga dengan selesainya tindak pidana materil, tidak tergantung sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya digantungkan pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut. Misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan.

d)Delik Communia dan Delik Propria Jika dilihat dari sudut subjek hukumya, tindak pidana itu dapat dibedakan antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang (delictacommunia) dan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh semua orang yang berkualitas tertentu (delictapropria). Pada umumnya, itu dibentuk untuk berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatan tertentu saja. Delik Proporia sering menimbulkan kesulitan bilamana delik dilakukan oleh pelaku peserta (medepleger) atau doen pleger (pembuat yang membuat sehingga orang lain melakukan) tidak mempunyai kualitas seperti yang disyaratkan oleh undang-undang, misalnya : dapatkah seorang biasa yang turut serta melakukan delik jabatan-jabatan pasal 413-436 KUHP delik yang dilakukan oleh pegawai negeri membuat sehingga seorang Pegawai Negeri (yang sakit jiwa). Contoh-contoh dalam jenis delik ini, delik Communia: Pembunuhan (338), penganiayaan (351),dll) Delik Propria: pegawai negeri (pada kejahatan jabatan), nakhoda (pada kejahatan pelayaran).

e)Delik Umum dan Delik Khusus Delik Umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum ppdn materil. Sementara itu Delik Khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat dalam kodifikasi tersebut. Walaupun telah ada kodifikasi (KUHP), tetapi adanya tindak pidana diluar KUHP merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari. Perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan pidana itu terus berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, yang tidak cukup efektif dengan menambahkannya pada kodifikasi (KUHP). Tindak pidana diluar KUHP tersebut didalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Peraturan itu berupa peraturan perundang-undangan pidana. Contoh-contohnya: Delik Umum: KUHP, Delik Khusus: UU No. 31 th 1999 tentang tindak pidana korupsi, UU  No. 5 th 1997 tentang psikotropika.

Rekomendasi Artikel

Tinggalkan Balasan