Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup). Istilah hukum lingkungan adalah merupakan konsepsi yang masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk melindungi dan memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang disebut hukum lingkungan.
Hukum lingkungan, menurut Prof. Moenadjat Danusaputro, SH diartikan sebagai hukum yang mendasari penyelenggaraan perlindungan dan tata pengelolaan serta peningkatan ketahanan lingkungan. Hukum lingkungan, masih menurut beliau, dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Hukum lingkungan klasik, yaitu hukum yang mengatur mengenai penggunaan lingkungan semata oleh manusia yang berorientasi pada pemanfaatan lingkungan tanpa memberikan perlindungan terhadap lingkungan (use oriented law).
2. Hukum lingkungan modern, yaitu hukum yang menetapkan ketentuan-ketentuan dan norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakannya serta kemerosotannya dan untuk menjamin kelestarian mutunya agar dapat secara langsung dan terus menerus dapat digunakan oleh generasi yang akan datang (environment oriented law). Di kalangan para ilmuan masih terdapat beberapa perbedaan pandangan seperti tentang apa dan bagaimana hukum lingkungan itu. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (millieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan alam (natuurlijk millieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian maka hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan terutama dilakukan oleh Pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Di samping hukum lingkungan Pemerintahan (bestuursrechttelijk millieurecht) terdapat pula hukum lingkungan keperdataan (privaat rechttelijk millieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan (staatrechttelijk millieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechttelijk millieurecht), sepanjang bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang yaitu :
– Hukum kesehatan lingkungan (millieuhygienereht) yaitu hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan kondisi air tanah dan udara serta yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan.
– Hukum perlindungan lingkungan (millieubescharmingsrecht) yang merupakan kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas tertentu juga dengan lingkungan anthropogen. Leene menggunakan istilah “millieurecht” dan “millieuhygienerecht”, tetapi istilah “millieurecht” sebenarnya kurang tepat karena semua hukum berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, seluruh kehidupan bermasyarakat merupakan lingkungan bagi manusia. Sehingga kalau demikian semua hukum adalah hukum lingkungan. Tetapi ada pula yang tidak dapat menyetujui ditetapkannya “millieurecht” atau “millieuhygenerecht” menjelma menjadi suatu spesialisasi sendiri seperti pendapat Polak. Menurut pendapatnya hukum lingkungan merupakan penampung (dwarsdoorsnede) dari bidang-bidang hukum. Dengan dipisahkannya hukum lingkungan akan mengakibatkan bahwa kesadaran lingkungan akan kurang meresap disiplin-disiplin yang ada. Dengan adanya hukum lingkungan yang terpisah mengakibatkan bahwa dasar-dasar umum dan penemuan-penemuan di bidang hukum tidak akan memperoleh perhatian dari kalangan hukum lingkungan. Walaupun demikian diakui oleh Polak bahwa mempelajari hukum lingkungan sebagai suatu kesatuan adalah bermanfaat karena memberi kemungkinan untuk membedah beberapa kaidah hukum untuk menilainya secara kritis. Koesnadi Hardjasoemantri, menyatakan bahwa hukum lingkungan Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
– Hukum kesehatan lingkungan;
– Hukum perlindungan lingkungan;
– Hukum tata lingkungan;
– Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran oleh industri dan sebagainya).
– Hukum lingkungan trasnasional/internasional dalam kaitannya dengan hubungan antar bangsa.
– Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah ganti rugi dan sebagainya).
Mengapa hukum diperlukan dalam pengelolaan lingkungan, karena dahulu terdapat anggapan bahwa pengertian dan perhatian manusia terhadap alam sebagai tempat hidupnya hanya semata-mata dijadikan sebagai obyek saja. Manusia belum begitu sadar dan dapat membayangkan bahwa antara alam tempatnya hidup dengan manusia adalah mempunyai kedudukan yang sama. Dalam pengertian bahwa dalam alam, fungsi manusia dan fungsi “tempat hidup” itu sama pentingnya karena saling isi-mengisi dan saling pengaruh dan mempengaruhi. Atas dasar kenyataan alam tersebut, maka perlu manusia juga senantiasa melindungi dan memelihara “tempat hidupnya” secara seksama, seperti halnya manusia melindungi dan memelihara dirinya sendiri.
Manusia dalam hidupnya harus melindungi dan mengamankan “alam” agar dapat terselenggara secara teratur dan pasti, pula agar dapat diikuti serta ditaati semua pihak, maka perlu perlindungan dan pengamanan itu dituangkan dalam peraturan hukum. Maka akan lahir hukum yang memperhatikan kepentingan alam atau hukum yang berorientasi kepada kepentingan alam (natures interest oriented law). Kepentingan alam, yang perlu dilindungi dan diamankan oleh hukum itu, berupa apa? Kepentingan itu berupa “keharusan untuk melindungi dan mengamankan alam terhadap kemerosotan mutunya dan kerusakan dirinya”.
Dengan lain perkataan, kepentingan alam terletak dalam “keharusan untuk menjaga kelestariannya”. Agar perlindungan dan pengamanan lingkungan dapat berlangsung secara teratur dan pasti serta agar diikuti oleh semua pihak, maka perlu dituangkan dalam peraturan hukum. Dan lahir jenis hukum yang secara khusus dituangkan dengan maksud dan tujuan terpokok untuk memelihara dan melindungi lingkungan disebut Hukum Lingkungan. Hukum Lingkungan yang ditetapkan oleh suatu negara disebut Hukum Lingkungan Nasional. Adapun Hukum Lingkungan yang ditetapkan persekutuan hukum bangsa-bangsa, disebut Hukum Lingkungan Internasional. Hukum Lingkungan yang mengatur suatu masalah lingkungan yang melintasi batas negara (masalah lingkungan batas-batas masalah lingkungan transnasional) disebut Hukum Lingkungan Transnasional.
Masalah-masalah lingkungan transnasional itu terdapat banyak sekali di daerah-daerah perbatasan beberapa negara bersangkutan berdasarkan persetujuan atau mufakat. Demikianlah Hukum Lingkungan Transnasional itu merupakan salah satu bagian belaka daripada Hukum Lingkungan Internasional dengan segala ciri-ciri dan cacatnya, sekalipun biasanya cara-cara menetapkan dan memperlakukannya tidak serumit dunia secara global. Sejak Deklarasi Stockholm tahun 1972 telah digariskan hubungan antara pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pembangunan tanpa merusak lingkungan, yang selanjutnya dikenal dengan kebijakan “Pembangunan berwawasan Lingkungan” (“Eco-development”) sebagaimana ditegaskan dalam prinsip ke-13 Deklarasi Stocholm:
In order to achieve a more rational management of resources and thus to improve the environment, states should adopt an itegrated and co-ordinated aproach to their development planning so as to ensure that development is compatible with the need to protect and improve environment for the the benefit of their population. (Guna mencapai pengelolaan sumber daya alam yang lebih rasional dan untuk memperbaiki lingkungan, negara harus melakukan pendekatan integral dan kordinatif dengan perencanaan pembangunan negara yang bersangkutan sehingga menjamin pembangunan negara yang bersangkutan sehingga menjamin pembangunan sesuai dengan kebutuhan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk keuntungan penduduk mereka sendiri).
Dalam Deklarasi Rio dirumuskan pula keterkaitan pembangunan dengan lingkungan sebagaimana tertuang dalam prinsip ke-3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut : The right to development must be fulfilled so as to equitably meet development and environmental needs of present and future generations (Hak guna membangun harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi secara tepat keseimbangan kebutuhan pembangunan dan lingkungan hidup baik bagi generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang).
In Order to echieve sustainable development, environmental protection shall consitute an integral part of the development process and cannot be considered in isolation form it. (Dalam rangka mencapai pembangunan yang berkesinambungan, perlindungan lingkungan harus diperhitungkan sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan tersebut, dan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah). Dalam pelaksanaannya, pembangunan berwawasan lingkungan dikaitkan dengan ”pembangunan berkelanjutan” (“sustainable development”) yang menurut “The World Commission on Environment and Development (WCED)” dalam publikasi “Our Common Future” ditegaskan:
Pembangunan berkesinambungan ialah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sehubungan dengan hal di atas, pada tahun 1987 oleh WCED diterbitkan publikasi pakar hukum lingkungan berupa “Environmental Protection and Sustainable Development, Legal Principles and Recommendations”. Pasal 7 karya tersebut menyatakan :
1. States shall ensure that the conservation of nautral resources and the environment is treated as an integral part of the planning and implementation of development activities. Particular attention shall be paid to environmental problems arising in developing countries and to the need to incorporate environmental considerations in all development assistance programmes. (Negara menjamin bahwa konvervasi sumber daya alam dan lingkungan memperlakukan sebagai bagian integral dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Perhatian khusus diberikan terhadap masalah lingkungan yang timbul di negara-negara berkembang dan perlu untuk masuk pertimbangan lingkungan dalam semua program bantuan pembangunan).
2. States shall make available to other states, and especially to developing countries, upon their request and under agreed terms scientific and technical information and expertise, results of research programmes, training oppourtinities and specialiezed equipment and facilities which are needed by such other states to promote rational use of natural resuorces, and the environment or to prevent or abate interference with natural resources or the environment, in particular in cases of environmental emergencies. (Negara-negara menyediakan untuk negara-negara lain dan khususnya negara-negara berkembang atas permintaan mereka dan di bawah persetujuan istilah-istilah ilmiah dan informasi teknik dan keahlian, hasil-hasil program penelitian, kesempatan pelatihan yang diperlukan oleh ngara-negara lain untuk memajukan penggunaan secara rasional sumber daya alam dan lingkungan atau mencegah intervensi dini dengan sumber daya alam atau lingkungan, dalam kasus tertentu dari bahaya lingkungan).