A. Lingkup dari rahasia bank serta pengecualian rahasia bank dalam sistem hukum perbankan di Indonesia.
Beberapa literatur menyatakan berdasarkan berbagai ketentuan pada undang-undang perbankan, maka ruang lingkup rahasia bank meliputi:
1. Keterangan mengenani nasabah penyimpan dan simpanannya. Ini tidak termasuk keterangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya;2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang;3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yangdikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank.Undang-undang perbankan secara limitatif menyebutkan pengecualian dari ketentuan kerahasiaan bank. Kewajiban bank untuk memegang teguh kerahasiaan bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal seperti di bawah ini, yaitu untuk:1. Kepentingan perpajakan2. Penyelesaian piutang bank3. Kepentingan peradilan pidana4. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata5. Kepentingan tukar-menukar informasi antarbank6. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah7. Kepentingan penyelesaian kewarisan.
B. Mengenai unsur-unsur kredit
1. Kepercayaan Bersama
Dalam proses pemberian kredit ini tidak selamanya dapat dikatakan mudah ataupun sulit. Umumnya bank dalam memberikan kredit kepada nasabah tidak dilakukan dengan sembarangan, tergantung dengan kondisi layak atau tidaknya nasabah tersebut untuk menerima kredit.
Proses dalam memberikan pinjaman yang umumnya dilakukan oleh bank adalah melakukan pemeriksaan riwayat nasabah misalnya riwayat transaksi, memperhitungkan aset nasabah yang dapat dijadikan dasar dalam penilaian bank.
Apabila seorang nasabah dinyatakan mempunyai kelayakan untuk menerima dana kredit, maka dalam proses pemberian kredit kepada nasabah tersebut akan berjalan lancar. Namun dalam pemberian kredit ini perlu didasari oleh rasa kepercayaan bersama dalam mengolah dan mengembalikan kewajiban yang telah ditanggung oleh nasabah. Bank memiliki keyakinan bahwa nasabah sanggup untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati.
2. Kesepakatan Perjanjian
Dalam kesepakatan perjanjian berisi tentang segala hal mengenai peraturan dalam pinjaman kredit dan kewijaban yang dimiliki nasabah kepada bank dimana sifatnya terikat serta adanya kekuatan hukum.
Bank merupakan lembaga keuangan negara yang sah maka dalam melakukan aktivitasnya diwajibkan untuk mengikuti peraturan dari bank pusat, hal ini bertujuan agar bank tersebut memiliki perlindungan hukum apabila terjadinya masalah. Kesepakatan perjanjian ini memiliki keuntungan untuk kedua belah pihak, hal ini dikarenakan bersifat mudah dan pasti.
Nasabah dapat dinyatakan layak untuk menerima pinjaman dana apabila mentaati kewajiban yang tertanggung pada bank dan selanjutnya bank akan meyakinkan nasabah bahwa bank akan menjalankan peran dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Kesepakatan perjanjian ini memiliki tujuan yaitu untuk memberikan rasa aman bagi kedua pihak, karena kedua pihak ini saling terhubung dalam suatu komitmen untuk memberikan jaminan terhadap semua peran, dimana untuk lancarnya mekanisme berjalannya kredit.
3. Jangka Waktu Pengembalian
Dalam kesepakatan perjanjian pinjaman kredit ini berisi juga jangka waktu pengembalian dana. Jangka waktu pengembalian dana ini tergantung dengan jenis pinjaman apa yang diberikan oleh bank, apakah berjangka pendek, menengah atau panjang. Jenis pinjaman ini mempunyai aturan yang berbeda, hal ini dapat berpengaruh kepada besarnya dana dan kemampuan nasabah dalam melunasinya.
4. Tingkat Resiko
Dalam memberikan pinjaman kepada nasabah bank juga akan memperhatikan tingkat resiko yang akan terjadi. Dari kemungkinan resiko yang akan terjadi ini, kredit macet termasuk dalam salah satu resiko yang paling dikhawatirkan karena dampak yang akan terjadi dapat merugikan dalam jangka waktu yang panjang.
5. Balas Jasa
perkreditan juga terdapat balas jasa yaitu antara nasabah dan bank, misalnya seperti keuntungan yang diperoleh bank atas pemberian pinjaman berupa dana kepada nasabah.
Umumnya di bank konvensional balas jasa didapatkan dari bunga dana pinjaman nasabah, sedangkan di bank syariah balas jasa didapatkan dengan menggunakan sistem bagi hasil.
Saat bank konvesional memberikan kredit dalam jumlah tertentu kepada nasabah yang dinyatakan layak menerima pinjaman tersebut, maka nasabah akan memiliki kewajiban yaitu untuk mengembalikan jumlah dana yang tertanggung, dalam mengembalikan dana pinjaman ini terdiri dari dana pokok dan bunga dari pinjaman tersebut. Hal ini terdapat didalam perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam penentuan besar kecilnya bunga tergantung dari program kredit yang diambil, namun pada umumnya apabila bunga rata-rata dilihat secara keseluruhannya dibawah 12%.
Sedangkan dalam mekanisme bank syariah dalam melakukan kegiatannya harus berpegang dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah yang berdasarkan dengan aturan-aturan agama islam, sehingga dalam bank syariah tidak mengenal sistem bunga. Dalam islam, bunga adalah riba dan termasuk sebagai hal yang dilarang.
C. Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dilihat dari segi :
a. Akad dan aspek legalitas
b. Lembaga penyelesaian sengketa
c. Struktur organisasi
a. Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memilikikonsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukanberdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggarkesepakatan/ perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanyaberdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bilaperjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumulqiyamah nanti.
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang,pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhiketentuan akad, seperti hal-hal berikut.
1)RukunSeperti: Penjual, Pembeli, Barang, Harga, Akad/ijab-qabul.
2)SyaratSeperti syarat berikut: Barang dan jasa harus halal sehinggatransaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demihukum syariah, harga barang dan jasa harus jelas, tempatpenyerahan (delivery) harus jelas karena akan dampak padabiaya transportasi, barang yang ditransaksikan harussepenuhnya dalam kepemilikan dan tidak boleh menjualsesuatu yang dimiliki atau dikuasai seperti transaksi short saledalam pasar modal.
b. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankansyariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dannasabah,kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilannegeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara han hukummateri syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkanprinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama ArbitraseMuamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan oleh LejaksaanAgung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
c. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bankkonvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapiunsur yang amat membedakan antara bank sayariah dan bankkonvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawan Syariahysng bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknyaagar sesuai dengan garis-garis syariahDewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisisetingkat Dengan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untukmenjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh DewanPengawas Syariah. karena itu, biasanya penetapan anggota DewanPengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham,Setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapatRekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
D. Mengenai penanganan kredit bermasalah melalui jalur hukum
Mengenai kredit bermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara administrasi perkreditan, dan terhadap kredit yang sudah pada tahap kualitas macet maka penanganannya lebih ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum).Penyelesaian secara administrasi perkreditan antara lain sebagai berikut:
1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank;
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.Sedangkan, penyelesaian melalui jalur hukum antara lain:
1. Melalui Panitia Urusan Piutang Negara;
2. Melalui badan peradilan;
3. Melalui arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa
E. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana perbankan berikut ruang lingkup tindak pidana perbankan yang terdapat dalam UU Perbankan dan UU Perbankan Syariah, uraikan salah satu contoh kasus tindak pidana perbankan, sertakan aturan hukum yang dilanggar serta tindakan hukumnya
Pengertian tindak pidana bank adalah tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah. Mengingat rumusan pasal dalam UndangUndang Perbankan dan Undang-Undang Perbankan Syariah memiliki banyak kesamaan, maka dalam buku ini diuraikan tipibank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan.
Ruang lingkup tipibank yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan dan UndangUndang Perbankan Syariah adalah:
a. Tindak pidana berkaitan dengan perizinan;
b. Tindak pidana berkaitan dengan rahasia bank;
c. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank;
d. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan usaha bank;
e. Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi;
f. Tindak pidana berkaitan dengan pemegang saham;
g. Tindak pidana berkaitan dengan ketaatan terhadap ketentuan.
Contoh Kasus Pembukaan Rahasia Bank:
Pepe mendapatkan short message service (SMS) dari seseorang yang mengaku bernama Papa dari suatu perusahaan yang menyampaikan bahwa Pepe memenangkan undian berhadiah berupa kendaraan bermotor. Untuk memperoleh hadiah tersebut, Pepe diminta Papa untuk mentransfer sejumlah uang ke Bank Makmur sebagai pembayaran pajak kendaraan tersebut. Kemudian Pepe mentransfer uang tersebut ke rekening Papa di Bank Makmur. Setelah mentransfer uang tersebut, Pepe mencoba menghubungi kembali Papa, namun nomor handphone Papa tidak aktif lagi, barulah Pepe menyadari bahwa ia telah tertipu. Pepe melaporkan permasalahan tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Selanjutnya untuk kepentingan penyidikan, APH menerbitkan surat permintaan keterangan dari Bank Makmur mengenai simpanan Papa. Bank Makmur menerima surat permintaan mengenai informasi dan saldo rekening atas nama Papa dari APH yang ditandatangani oleh atasannya langsung. Bank Makmur menolak memberikan keterangan atas informasi data dan/ atau simpanan rekening atas nama Papa, karena tidak sesuai dengan ketentuan terkait dengan pembukaan rahasia bank sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan, yaitu harus memiliki surat izin tertulis terkait pembukaan rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK.
Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Perbankan
“Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.